Sabtu, 14 Mei 2011

Keterbatasan Pekerjaan dan Isu Perbedaan Gender

Lowongan kerja adalah merupakan suatu kesempatan yang diberikan kepada orang lain untuk menempati posisi pekerjaan yang sesuai dengan kriteria yang diperlukan. Pada waktu sekarang ini banyak data statistik yang mengungkapkan semakin tingginya tingkat pengangguran setiap tahunnya di Indonesia.Seperti yang dilansir oleh antaranews.com yang memberitakan bahwa Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Erman Suparno mengatakan, berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan pada bulan Februari 2008, jumlah pengangguran di Indonesia tercatat mencapai sekitar 9 juta orang. Jumlah pengangguran dari kalangan pria mendominasi dengan pengangguran mencapai sekitar 5 juta orang, sementara pengangguran wanita sebanyak 4 juta orang. Jumlah penduduk Indonesia sendiri sampai saat ini tercatat sebanyak 228 juta orang, dengan jumlah angkatan kerja sekitar 112 juta orang.

Dari sekian banyak jumlah statistik yang dihasilkan dan besarnya jumlah pengangguran yang hampir mendekati jumlah angkatan kerja sehingga menimbulkan perdebatan antara jumlah lowongan dengan kualitas yang dimiliki oleh angkatan kerja. Apakah yang sebenarnya memberikan kontribusi dalam permasalahan pengangguran di Indonesia, jumlah lowongan atau kualitas angkatan kerja? Jumlah lowongan memang sangat penting dalam memberikan pengaruh tingkat pengangguran tetapi kualitas angkatan kerja juga turut serta dalam memberikan sumbangan dalam banyaknya jumlah pengagguran.
Pada saat ini yang sangat banyak diperbincangkan adalah mengenai keterbatasan lowongan kerja bagi peserta kerja. Hal ini tidak sebanding antara jumlah lowongan kerja dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja setiap tahunnya. Seperti yang dilansir oleh BPS bahwa terdapat sekitar 1,2 juta atau sekitar 11.7% dari penduduk di Indonesia merupakan pengangguran yang putus asa dalam mencari kerja. Keputusasaan ini membuat mereka tidak ingin mencoba mencari pekerjaan.
Sedangkan pembahasan mengenai kesenjangan antara ketersediaan tenaga kerja dengan sulitnya mendapatkan kandidat yang berkualitas dan memenuhi syarat kriteria pekerjaan tentu membutuhkan ulasan mendalam dari berbagai perspektif. Termasuk dalam penentuan kriteria gender yang menjadi syarat tertentu dalam memasuki posisi pekerjaan.
Terdapat banyak juga orang-orang yang ditolak untuk promosi atau dihentikan karena mereka dianggap salah untuk pekerjaan karena gender mereka tidak sesuai dengan kriteria pekerjaan yang dibutuhkan. Beberapa menganggap perempuan sebagai lebih rendah karena ada majikan yang membuat kemajuan karir wanita lebih sulit bahkan walaupun mereka lebih berkualitas dibandingkan yang lain.
Sebagai contoh dari perwujudan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika dikatakan bahwa seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak, memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender dan itu bukanlah kodrat karena itu dibentuk oleh manusia.
Disinilah letak fenomena pemahaman akan konsep gender seringkali muncul, dimana orang sering memahami konsep gender yang merupakan rekayasa sosial budaya sebagai “kodrat”, sebagai sesuatu hal yang sudah melekat pada diri seseorang, tidak bisa diubah dan ditawar lagi.
Bahkan isu mengenai gender sendiri sampai pada tingkatan golongan atas dan pemerintahan. Seperti yang di beritakan oleh yahoo news yang memberitakan Isu gender menjadi salah satu pertimbangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyusun anggota kabinet sesuai janjinya. Walaupun setidaknya secara kuantitas tak akan ada peningkatan yang tinggi atas keterlibatan perempuan dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II. Dari 34 posisi menteri, lima di antaranya diperkirakan diisi calon menteri perempuan. Jumlah ini hanya lebih banyak satu orang dari total perempuan yang tergabung dalam kabinet pertama SBY.
Isu perbedaan gender ini akan lebih menarik jika dilihat dari kriteria-kriteria yang ditetapkan untuk mengisi penempatan pekerjaan tertentu. Apakah dalam proses penempatan kerja juga turut mengambil isu gender dan budaya mengenai tipe pekerjaan yang tepat bagi laki-laki dan perempuan.

0 komentarnya:

Posting Komentar